NAFSUL INSAN


Manusia mempunyai kelebihan diantara semua makhluk. Kelebihan itu ialah bahwa manusia mempunyai dua dimensi. Pertama, dimensi materi (mâdah) yang dalam kajian filsafat dinamakan juga dengan dimensi hewani (jisim). Jika dilihat dari dimensi ini maka manusia sama dengan hewan lainnya. Kedua, manusia juga mempunyai dimensi spiritual. Dimensi ini adalah dimensi malakuti, yang dalam filsafat dinamakan dengan roh (nafs).

Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia. Manusia itu terdiri dari dua bagian, jasad dan roh. Pengertian ini diamini oleh Descarte yang menyatakan bahwa manusia terdiri dari tubuh (body) dan jiwa (soul). Tubuh dianggap sebagai yang tidak berfikir sedang jiwa adalah sebaliknya. Ini juga diikuti oleh Spinoza yang melalui reduksi panteistik terhadap suatu benda memasukan body dan soul manusia kepada Tuhan.

Manusia yang terdiri dari jasad dan roh, sedangkan roh mencakup akal, maksudnya bahwa dalam diri manusia ada tiga komponen yaitu: jasad, akal, dan hati dan semua komponen ini mempunyai arti yang sama, yaitu semua tertuju kepada sepritual manusia. Kesempurnaan manusia terjadi melalui komposisi ini. Sedangkan ruh yang terletak di badan merupakan komponen yang paling istimewa dalam diri manusia, kerena ia berupa hembusan yang bersifat ghaib dari Sang Maha Pencipta, sehingga bentuk dan hakikatnya hanya Allah SWT sajalah yang mengetahuinya, Allah berfirman, “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh. Katakanlah: ‘Roh itu Termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isrâ’: 85).

Pengertian Nafs

Ada dua pengertian  nafs : pertama,  nafs  yang berarti nafsu. Kata nafs dalam Bahasa Indonesia berarti nafsu syahwat yang menggoda manusia yang  sering  disebut  dengan  istilah  hawa  nafsu,  yakni  dorongan  nafsu  yang cenderung  bersifat  rendah/negatif.  Pengertian  kedua, nafs  yang berarti jiwa.

Nafs  dalam pengertian ini terdapat akal, ruh dan hati. Pengertian  nafs  menurut arti kedua tersebut  yang  akan  dibahas  dalam  tulisan  ini,  yaitu  sebagai komponen batin dalam diri manusia sebagai anugerah Allah untuk difungsikan sebagai  Khalifahtullah.  Al-nafs  adalah  jiwa  dalam  arti  psikis  berupa  akal,  hati,  nafsu  dan  roh, yang keempat hal tersebut merupakan essensi dalam diri manusia.

Al-Qurân  membagi tingkatan nafs pada dua kelompok besar, yaitu nafs martabat  tinggi  dan  nafs  martabat  rendah.  Nafs  martabat  tinggi  dimiliki  oleh orang-orang yang taqwa,.  Sedangkan  nafs  martabat  rendah dimiliki  oleh  orang-orang  yang  menentang  perintah  Allah  dan  mengabaikan ketentuan-ketentuan-Nya, dan cenderung berprilaku menyimpang melakukan kekejian serta kemunkaran.

Nafs dalam Al-Qur’an

Nafs diciptakan Tuhan  lengkap dan  sempurna  sebagai  perangkat  dalam rohani manusia, yang  diilhamkan kepadanya kebaikan dan keburukan agar ia dapat mengetahui mana yang baik dan  mana  yang  buruk,  dan  diberi kekuatan untuk  memilih antara keduanya, hal ini dapat dilihat dalam surat asy-Syams ayat 7 Artinya: "Dan demi jiwa serta penyempurnaannya".

Dalam  ayat  tersebut  dengan  tegas  menjelaskan  bahwa  nafs  diciptakan dalam keadaan sempurna untuk berkarya dengan beberapa potensi dan bakat yang  dimiliki  untuk  menjadikan  hidupnya  lebih  berarti  dan  bermanfaat  bagi umat manusia.

Kemudian penjelasan tentang nafs juga ditambah dalam surat al-Dzariyat yang artinya "Dan Adapun orang-orang yang takut akan kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari keinginan nafsunya, maka surgalah tempat tinggalnya"

Kemudian jika nafsu itu didorong oleh keinginan yang baik dan senantiasa disucikan  dengan  takhalli  dan  tajalli  (pembuangan  sifat  buruk  dari  hati,  lalu mengisinya  dengan  sifat  terpuji),  maka  nafs  itu  akan  bertambah kualitas/derajat kebaikannya, sebagaimana dalam Al-Qur'an: Artinya: “Sungguh beruntung orang yang mensucikan (nafsu) Noya.”

Akan tetapi jika nafs itu selalu dikotori dengan maksiat dan perbuatan yang tidak  terpuji  serta  tidak  pernah  disucikan,  maka  nafs  itu  akan  turun  derajat kualitasnya.

Artinya: "Dan sungguh merugi orang-orang yang mengotori (nafs)nya"

Macam-macam Nafs

Setelah sedikit dibahas tentang batasan pengertian nafsu seperti di atas, berikut ini akan dipaparkan macam-macam nafsu.  Nafs  dapat dibagi ke dalam beberapa hal tergantung dalam perspektif apa ia dilihat.

Berikut pembagian nafs menurut perspektif kaum sufi.

 

Nafs Al-Amarah

Nafs  ini  memiliki  kecenderungan  badaniyah  yang  berujung  terhadap keinginan untuk mendapat kesenangan (syahwat) dan materi semata. Nafsu ini berangkat  dari  kondisi  yang  sangat  rendah  dalam  diri  manusia  yaitu  nafsu hewaniyah atau bahamiyah.  Kondisi ini digambarkan  dalam  Al-Qurân  dalam surat Yusuf yang artinya "Sesungguhnya  nafsu  itu  selalu  menyuruh  pada  kejahatan."  (QS.  Yusuf  [12]: 53)

 

Nafs Al-Lawwamah

Jiwa  ini  merupakan  suatu  kesadaran  akan  kebaikan  dan  keburukan, jiwa ini juga mempunyai potensi untuk taat dan durhaka pada Allah. Selain itu jiwa  lawwamah  ini terkadang suka mencela baik pada diri sendiri maupun pada orang  lain.  Jiwa  ini  berada  pada  cahaya  hati,  oleh  karena  itu,  nafsu  ini terkadang  semangat  untuk  berbuat  baik  dan  kadang  semangat  pula  untuk berbuat keburukan, sehingga akibat dari kedua kecenderungan itu muncul rasa penyesalan  yang  mendalam  pada  jiwa  ini.  

Namun meskipun begitu, tidak semuanya nafs lawwamah ini bersifat buruk,  melainkan  ada  kalanya  juga  bersifat  baik,  sebab  dalam  jiwa  ini  juga bersemayam beberapa sifat terpuji seperti sifat iman, islam dan penyerahan diri terhadap qada' dan qadar Allah.

 

Nafs al-Muthma’innah

Jiwa  ini  adalah  jiwa  yang  dibarengi  oleh  cahaya  hati,  sehingga  bersih dan jauh dari sifat-sifat tercela serta stabil dalam menata keseimbangan antara zahir  dan  batin. Orang yang didominasi  jiwa  muthma'innah,  ia  akan  mampu berkomunikasi secara  zahir  terhadap sesama manusia dan secara batin mampu berkomunikasi dengan Allah.

Jiwa ini berpusat di atas susu kiri dengan jarak dua jari condong ke kiri, warna  cahayanya  memancar  berwarna  putih  yang  tak  terhingga. (TW/2021)

 

Sumber :

1.        Terjemah Ihya Ulumuddin (Jilid I, II, III), Abu Hamid Al-Ghazali Cetakan ke-8 (1983) CV. Faizan

2.        Minhajul ‘Abidin Menuju Mukmin Sejati, Imam Ghazali, Klang Bok Centre Selangor (1988)

3.        Riyadushsholihin

4.        Al Quran dan Terjemahan DEPAG RI

5.        Tafsir Jalalain

6.     Memahami Teosofi Tarekat Qadariyah wa Naqsyabandiyah Kharisuddin Aqib, Al-Hikmah

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar